Kamis, 29 April 2010

AYAH KU PAHLAWAN KU


Dengan Menyebut Nama Allah, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Entah mengapa tiba-tiba berkelebat segala kenanganku tentang Almarhum Ayahku (semoga Allah melapangkan kuburnya). Beliau yang berasal dari kota Tegal di Jawa Tengah merantau ke Surabaya dan akhirnya bertemu dengan Ibuku yang berasal dari Jenar (sebuah desa didaerah Purworejo-Jawa Tengah). Almarhum ayahku adalah anak bungsu sedangkan ibuku adalah anak sulung. Dari cerita-cerita om dan tanteku (adik-adik ibuku), ayahku sepertinya pemuda dengan banyak akal kala itu, ketika mereka sedang berpacaran. Om ku bercerita, karena almarhum kakekku (orang tua ibuku – semoga Allah melapangkan kuburnya) adalah seorang angkatan laut maka terdapat pembatasan jam berkunjung bagi ayahku saat malam minggu, saat jam menunjukkan pukul 21.00 maka ayahku harus pamit, tetapi ketika itu setiap kali berkunjung, ayahku diam-diam akan mengambil jam dinding di ruang tamu kakekku (kala itu jam hanya ada satu di setiap rumah) dan memundurkan waktunya satu jam lebih lama sehingga ketika ayahku berpamitan pada jam 21.00, sebenarnya sudah jam 22.00. Sementara tanteku bercerita, supaya saat berkunjungnya ayahku kerumah kakekku tidak diganggu oleh adik-adik ibuku yang kala itu masih kecil-kecil maka ayahku akan memanggil adik-adik ibuku dan menyuruh mereka untuk membeli rujak dengan pesanan yang satu pakai cabe dua setengah, yang satu cabe tiga, yang satu tidak pake nanas, yang satu tidak pakai timun, dan lain sebagainya yang cukup membingungkan bagi anak kecil untuk mengingatnya. Walhasil, malam minggu mereka berlangsung tenang tanpa gangguan adik-adik ibuku disekitarnya.

Sosok ayahku adalah tinggi besar dengan kulit gelap dan rambut ikal, hal ini menyebabkan beberapa temanku mengira ayahku berasal dari Indonesia Timur. Beliau perokok berat dan baru berhenti ketika ginjalnya diangkat satu. Ayahku sosok yang sangat berwibawa bagi anak-anaknya (bahkan ditakuti), jika anak-anaknya ribut dirumah, beliau cukup berdehem saja, maka kami anak-anaknya akan langsung diam teratur. Aku adalah anak bungsu dari 5 (lima) bersaudara dan kami berlima dilahirkan di Surabaya. Beberapa yang dapat kuingat : ketika aku mulai belajar berjalan, ketika itu ayahku sedang dinas keluar kota dan ibuku dengan kakak perempuanku mengajariku berjalan sendiri. Dan ketika ayahku pulang dari tugasnya, aku dibiarkan berjalan menyambut kedatangan ayahku di teras rumah di Surabaya. Dan kebiasaan menyambut kedatangan ayahku dari kantor diteras rumah ketika sore hari juga kulakukan ketika aku di Semarang antara 1974 – 1977. Aku juga masih ingat ketika beliau membawakan mainan seekor ayam yang bisa berbunyi petok-petok dan mengeluarkan telur ketika beliau pulang naik haji ketika aku masih sangat kecil. Ayahku sangat terpukul ketika abangku yang nomer 3 (tiga) meninggal dunia karena terkena gigitan ular laut di pantai didaerah pemalang atau pekalongan (?). Saat itu tahun 1977 dan aku baru berumur 5 (lima) tahun, almarhum abangku (semoga Allah melapangkan kuburnya) ketika itu sedang berlibur dirumah pamanku dan diajak berwisata ke pantai dan ketika sedang bermain dipantai itulah tangannya digigit seekor ulat laut yang berada dipantai. Aku melihat bagaimana ketika ayahku sampai ke rumah pamanku dan melihat anakknya telah terbujur kaku kemudian melampiaskan emosinya dengan memukul pintu rumah dan mengakibatkan pegangan/handlenya jebol seketika. Tidak lama setelah kematian abangku, ayahku pindah dinas ke biak-irian jaya (sekitar 1977). Ayahku adalah penggemar burung, beliau senang memelihara berbagai jenis burung (cucak rawa, nuri, kutilang, kakaktua, jalak, dsbnya). Ketika di Biak kala itu ayahku masih punya senapan berburu dan suatu ketika seekor kakak tua peliharaan ayahku tiba-tiba menggigit jarinya saat diberi makan maka spontan ayahku mengambil senapannya dan menembak mati burung kakak tua tersebut. Meskipun ayahku terlihat galak dan sibuk dengan pekerjaannya tetapi beliau tetap mengajak kami anak-anaknya untuk bepergian bersama, ketika di Biak kami kerap diajak piknik, yang aku masih ingat adalah kepantai bosnit (?) dan gua jepang.

Kemudian ayah dipindah tugas lagi ke Makassar, disana pun kami kerap bepergian, salah satunya yang aku masih ingat adalah ke Bantimurung. Ketika di Makassar aku masih kelas 1 (satu) SD dan aku ingat ketika itu musim skateboard maka tak lupa pula ayahku membelikan skateboard, selain itu kalau tidak salah di hari ulang tahunku ayahku membelikanku sebuah drum set untuk anak-anak.
Setelah itu ayahku pindah tugas ke Jakarta, kami tinggal di komplek perumahan Garuda Indonesia di Muara Karang – Jakarta Utara. Karena ayahku penggemar olah raga tinju (beliau menyukai gaya bertinju Muhammad Ali dan Mike Tyson) maka akupun diajarinya teknik bertinju sambil memakai sarung tinju yang dibelikannya. Apa itu hook, uppercut sudah diajarkan padaku sejak kecil. Ayahku mengajari untuk memilih memukul perut, dagu, atau muka jika menghadapi lawan. Walhasil kala itu aku pernah berkelahi dan meninju muka lawanku sampai hidungnya berdarah-darah dan aku langsung lari pulang dan ketika ayahku tahu kejadian tersebut, beliau cuma tersenyum saja. Pada saat aku berulang tahun (kalau tidak salah ketika kelas 2 (dua) SD) aku diberi hadiah buku “Dongeng sang Angsa” dengan tulisan selamat ulang tahun dan tanda tangan ayahku di sampulnya, sayang buku tersebut sudah tidak dapat aku temukan lagi. Karena aku suka membaca dari kecil, ayahku tidak sungkan untuk membelikanku buku-buku cerita, mulai dari kisah-kisah ciptaan HC Andersen, RA Kosasih, SH Mintaradja, dsbnya. Saking banyaknya bukuku kala itu sampai aku sewakan ke teman-temanku, satu buku dibaca sampai selesai cuma Rp. 25,- saja ongkos sewanya. Lumayan untuk menambah uang jajan. Ketika SD diJakarta aku pernah rame-rame dengan teman sebaya menonton film porno di rumah temanku yang punya video player, dan entah bagaimana orang tua kami mengetahuinya juga, hasilnya masing-masing di marahi oleh orang tuanya, termasuk aku yang di marahi oleh ayahku habis-habisan, tetapi yang aku salut, aku tidak pernah dimarahi dengan tangan atau penggaris oleh ayahku sejak dulu, berbeda dengan teman-temanku. Oleh sebab itu akupun tidak akan mau (Insya Allah) memukul kedua anakku jika mereka berbuat salah atau nakal.

Ketika aku naik kelas 6 (enam) SD, ayahku pindah tugas ke Medan, di sana pun kami kerap ke Brastagi, Danau Toba, Pulau Samosir. Aku ingat ketika ke Brastagi, aku melihat penjual anak anjing dan aku dikabulkan untuk membeli dan memeliharanya meskipun kami keluarga Muslim, anjing itu aku beri nama Bruno dan seekor anjing yang sangat setia karena Bruno akan menungguku di pintu gerbang rumah pada jam aku pulang sekolah dan akan dengan sabar menungguku selesai makan siang untuk kemudian aku ajak bermain-main di halaman rumah yang sangat luas kala itu (karena rumah yang kami tempati adalah rumah jaman belanda di jalan sultan iskandar muda no. 47, Medan). Sayangnya Bruno akhirnya mati karena terlindas mobil yang lewat di jalan depan rumah dan sejak itu aku tidak mau memelihara anjing lagi. Ayahku diam-diam juga seorang pemahat yang handal, waktu luangnya di Medan suka dihabiskannya dengan memahat kayu dari pohon yang telah mati di halaman rumah untuk kemudian dijadikannya patung, selain itu beliau juga penyuka fotografi. Beliau suka memphoto keluarga dan dengan rapi menyimpannya di album photo (sampai sekarang aku masih mempunyai koleksi photo ku dari aku bayi sampai dewasa).

Naik kelas 3 (tiga) SMP, ayahku dipindah tugas ke Jakarta lagi, dan kami tinggal di komplek yang sama. Ketika SMP, setiap pagi ayahku akan mengantar aku kesekolah terlebih dahulu sebelum pergi kekantornya di bandara Soekarno Hatta. Padahal sekolahku di Jakarta Barat dan berarti beliau harus mutar balik lagi untuk menuju kantornya. Pernah suatu malam aku diajak ayahku untuk kekantornya untuk mengambil pekerjaannya yang tertinggal dan saat melewati jalan tol menuju bandara (yang ketika itu masih sangat sepi), tiba-tiba aku berteriak sambil bertanya karena melihat “sesuatu” melintas disamping mobil yang kami kendarai dari arah depan. Dan dengan tenang ayahku cuma tersenyum dan berkata itu bukan apa-apa sampai kemudian setelah dewasa aku menyadari yang aku lihat itu adalah kuntilanak yang terbang melintas.

Kemudian ayahku dipindah tugas lagi ke Pontianak, ketika itu aku lulus SMP dan kemudian melanjutkan SMA ku di sana. Di Pontianak karena aku memasuki masa remaja maka aku merasakan tidak begitu dekat dengan beliau, mungkin karena masa-masa itu sifat pemberontak seorang remaja mulai muncul. Tetapi meskipun begitu ketika aku meminta dibelikan model motor yang paling baru keluar (ketika itu Yamaha RX-Z baru di release nasional), akupun dibelikannya, walhasil akulah pertama kali murid sekolah satu SMA tersebut yang pertama kali memakai motor tersebut. Pernah ketika SMA aku diam-diam memakai mobil ayahku tanpa ijin dan mengakibatkan lampu belakangnya pecah karena aku mundur menabrak pohon, dan aku diam saja tidak mengakuinya, dan berakibat supir ayahku yang bernama pak Supri dimarahin oleh ayahku. (maafkan saya ya, Pak Supri). Rupanya diam-diam ayahku selalu mengetahui sepak terjangku disekolah, melalui guru-guru disekolahku, karena ketika itu beberapa guru jika akan bepergian naik pesawat akan menghubungi ayahku untuk mendapat discount. Itu sebabnya ayahku selalu tahu jika aku berantem disekolah, membolos, atau nilai ulanganku jelek. Aku yakin beliau juga tahu kebohonganku ketika aku rame-rame mengajak teman-teman sekelas untuk membolos dan berkumpul dirumah, sementara dirumah aku beralasan bahwa guru-guru rapat jadi kami dipulangkan (khan semua teman-temanku ikut kerumah). Ketika SMA aku tertarik dunia DJ (disc Jockey), dan ayahku pun membelikan seperangkat turntable merk technics serta mixer merk numarx – standar perlengkapan DJ kala itu, dan aku juga disuruh belajar DJ dengan mas emonk (dimana dia sekarang ya?) melalui pemilik sebuah hotel dan diskotik dikota Pontianak yang teman ayahku. Ketertarikanku yang kudapat dari ayahku adalah dunia Photography dan Video shooting, ketika itu ayahku mengajariku bagaimana memotret dan menshoot video sebuah acara, dan akhirnya setiap ada acara di kantor ayahku ataupun di sekolah, aku selalu membawa peralatan tersebut. Ketertarikanku pada dunia sinematografi (photo&video) semakin menjadi-jadi yang mengakibatkan aku berkeinginan untuk melanjutkan kuliah kelak di IKJ (institut kesenian jakarta) untuk memperdalam sinematografi, tetapi niat ini tidak direstui oleh ayahku, yang berakibat aku pergi ke yogyakarta dengan penuh kekecewaan dan akhirnya kuliah di universitas atmajaya di fakultas hukum (1991), tetapi kemudian ketika ISI (institut seni indonesia) pada tahun 1994 membuka fakultas baru dengan nama FSMR (fakultas seni media rekam) dengan 2 (dua) jurusan kala itu yaitu Photography serta Televisi, aku nekad mendaftar dan diterima di jurusan Photography. Baru ketika sudah diterima aku lapor ke ayahku bahwa aku sekarang kuliah di 2 (dua) tempat, dan beliau setuju saja. Ayahku kala itu tidak suka rambutku gondrong dengan 4 (empat) anting-anting ditelinga kiri dan 3 (tiga) anting-anting ditelinga kanan. Karena kedua abangku saat kuliah tidak ada yang berpenampilan seperti itu. Hasilnya setiap kali aku pulang liburan kuliah selalu tidak disapa oleh beliau dirumah. Meskipun aku sejak SMA sudah mengenal rokok tetapi sampai kuliahpun aku belum berani merokok didepan ayahku, dan ketika kakak perempuanku menikah di pontianak, kala itu ketika membantu mempersiapkan segala sesuatunya tiba-tiba ayahku mempersilahkan aku jika aku mau merokok didepannya, sebuah kejutan bagiku. Dan akhirnya aku mulai menunjukkan bahwa aku perokok sementara kedua abangku dari dulu sampai sekarang tidak ada yang merokok.
Ketika ayahku kemudian pensiun ditahun 1995, beliau memutuskan menghabiskan masa pensiunnya di kota Tegal bersama ibuku. Dan aku kerap pulang ke Tegal karena jarak Jogja – Tegal hanya sekitar 4-5 jam perjalanan mobil. Peristiwa yang tidak akan pernah aku lupakan adalah ketika suatu saat di blan July 1995 aku pulang ke Tegal dan bertemu beliau, ayahku terlihat sangat akrab denganku, kami seperti dua orang sahabat bukan ayah-anak, bahkan ketika berjalan bersama pun beliau melingkarkan tangannya ke bahuku sambil bercerita dan tertawa-tawa. Sampai pada saat pulang ke jogja bersama kakak angkatku almarhum mas Supran (semoga Allah melapangkan kuburnya), aku bahkan mengucapkan keherananku atas kelakuan dan sikap ayahku yang sangat-sangat akrab tidak seperti biasanya kepada mas Supran. Dan tepat 2 (dua) minggu kemudian di Jogja pada tanggal 11 July 1995 aku mendapat telphone yang mengabarkan bahwa Ayahku meninggal dunia secara mendadak karena serangan jantung selepas beliau makan siang. Setelah mendapat khabar tersebut aku menangis sejadi-jadinya dan seingatku itulah tangisku terhebat yang pernah aku alami sampai saat ini.

Selama perjalanan hidup ini, ada beberapa petuah ayahku yang masih terngiang ditelingaku :
- Jangan pernah takut untuk mencoba suatu hal yang baru dalam hidup untuk kehidupanmu kelak.
- Jadilah laki-laki yang bertanggung jawab dalam menafkahi keluargamu kelak, berilah anak-istrimu kelak dari rejeki yang halal.
- Jangan pernah main tangan terhadap istrimu kelak, karena sekali engkau melakukannya maka seterusnya engkau akan ringan tangan.
- Carilah teman sebanyak-banyaknya.
- Tidak mempercayai akan suatu hal sebelum membuktikannya sendiri.
Sepertinya itu semua yang berhasil aku ingat tentang ayahku. Ya Allah, ampunilah segala kesalahan beliau selama hidup didunia baik yang disengaja maupun tidak, Ya Allah terimalah segala amal ibadah beliau sekecil apapun selama didunia ini, Ya Allah lapangkanlah kuburnya serta jauhkanlah beliau dari siksa kubur dan siksa api neraka kelak, Ya Allah berilah beliau Syurgamu kelak. Amin Ya Robbal Allamin.

(lega rasanya sudah menuangkan segala kenangan akan almarhum ayahku, meskipun masih sangat-sangat banyak kenangan yang belum berhasil aku ingat saat ini).

Tidak ada komentar: