Kamis, 29 April 2010
SOE HOK GIE yang aku tahu
Tadinya judul yang akan kubuat adalah Soe Hok Gie yang aku kenal tetapi rasanya kok mengada-ada secara Hok Gie telah meninggal jauh sebelum aku dilahirkan. Maka jadilah Soe Hok Gie yang aku tahu menjadi lebih terasa enak buatku.
‘perkenalan’ ku dengan sosok Hok Gie sekitar tahun 1996 tidak lama setelah aku keluar dari penjara ketika seorang sahabat meminjami ku buku Catatan Seorang Demonstran (CSD), saat itu aku sama sekali tidak tahu siapa sosok Hok Gie (yang menurutku sangat wajar karena aku dibesarkan di era 80-90an). Yang aku ingat, pertama membuka buku tersebut adalah melihat sudah cetakan keberapa buku terbitan LP3ES tsersebut dan ketika itu kalau tidak salah sudah cetakan yang kesekian belas yang berarti bahwa buku ini laris manis seperti kacang rebus.
Baru sejak itu buku demi buku tentang Hok Gie aku cari, beli, dan baca. Sosok Hok Gie adalah sosok yang luar biasa bagiku, seorang nasionalis tulen walaupun keturunan Tionghoa. Rasanya aku belum menemukan sosok seperti dia sebelumnya dan hal tersebut membuatku ‘merasa iri’ dan menertawakan diriku sendiri ; “kemana aja lo disaat seumuran Hok Gie.” Ketika Hok Gie masih belasan tahun mungkin dia sudah membaca romeo & yuliet sementara aku berkutat dengan lima sekawan-enid blyton atau tiga sekawan-alfred hitchock, ketika Hok Gie menulis buku hariannya diumur 15 tahun yang berisi tumpahan kekesalannya karena nilainya dikurangin 3 pada pelajaran sejarah sementara seusianya aku malah belum pernah menulis buku harian.
Bagi orang-orang yang merasa terusik oleh tulisan-tulisannya serta kegiatannya menjadi ketika mahasiswa FSUI era 60-an, sosok Hok Gie akan dianggap pemberontak dan tukang bikin onar, tetapi menurutku sosok Hok Gie adalah sosok yang jujur melihat keadaan sekitarnya dengan apa adanya. Tulisan-tulisannya dibeberapa media ketika itu seperti kompas, sinar harapan, indonesia raya sangat-sangat kritis, tajam, berani, dan lugas. Demikian juga dengan kegiatan-kegiatan demonstrasinya terhadap pemerintahan Soekarno ketika itu. Tetapi dibalik semua itu, Hok Gie sebenarnya sosok yang suka merenung dimana hal ini ditunjukkan dengan kesenangannya mendaki gunung yang kemudian mengantarkan ajalnya di puncak Semeru pada 16 desember 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke 27 tahun.
Seingatku, buku Catatan Seorang Demonstran yang merupakan buku harian Hok Gie sempat menjadi ‘bacaan wajib’ para mahasiswa ketika berlangsung era reformasi yang menumbangkan rezim Soeharto. Hanya saja kemudian tidak ada yang bisa sekaliber Hok Gie. Apa yang terjadi kemudian setelah era reformasi adalah hal yang sama di rasakan oleh Hok Gie, ketika rekan-rekan mahasiswa perjuangannya menumbangkan Soekarno dan kemudian berada dilingkup pemerintahan Soeharto, maka para mantan mahasiswa tersebut seolah lupa dengan perjuangan mereka untuk rakyat banyak dan terlena oleh kekuasaan yang mereka nikmati. Sampai kemudian Hok Gie beserta teman-temannya mengirimkan ‘paket’ berisi bedak, gincu, cermin,jarum, benang untuk para 13 perwakilan mahasiswa yang berada di DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong) disertai sebuah surat yang intinya ungkapan sindiran terhadap perwakilan mahasiswa di DPR-GR tersebut.
“Yang Terhormat, kami mahasiswa universitas di Jakarta, dengan penuh rasa hormat bersama ini kirimkan kepada anda, “perwakilan mahasiswa” di DPR-GR. Paket Lebaran dan Natal. Dalam suasana Lebaran dan Natal ini kami menghormati perjuangn yang telah kalian lakukan selama bertahun-tahun dilembaga ‘perwakilan’ rakyat ini. Kondisi demokrasi Indonesia dan rule of The Law saat ini jelas merupakan hasil dari perjuan kalian semua, mahasiswa yang tak kenal ampun dan tak terkalahkan, yang tidak kenal menyerah, dan tidak kenal kompromi dengan apa yang benar! Bersama surat ini kami kirimkan kepada anda, saudara kami yang terhormat, yang dapat membuat diri kalian lebih menarik dimata penguasa dan rekan-rekan sejawat anda di DPR-GR. Bekerjalah dengan baik, Hidup Orde Baru! Nikmatilah kursi anda tidurlah nenyak!”
Secara pribadi aku sangat setuju dengan Hok Gie mengenai belajarlah pada sejarah, karena dengan mengetahui sejarah kita tentunya kita akan melangkah lebih hati-hati demi kemajuan bangsa Indonesia ini. Karena seperti kata pepatah ‘pengalaman adalah sebuah guru yang baik’ dan bukankah pengalaman itu sendiri adalah sebuah sejarah ? Tulisan-tulisan Hok Gie masih relevan untuk dibaca dan dijadikan pembelajaran bagi kita semua terutama generasi muda saat ini. Tulisan-tulisannya layak untuk direnungi lagi. Hanya saja aku yakin tidak banyak dari generasi saat ini yang mengetahui sosok Soe Hok Gie. Sosok yang menganggap dengan mendaki gunung maka seseorang baru akan dapat lebih mencintai negerinya dan mengetahui kehidupan ‘rakyat sebenarnya’ di pedesaaan dan pegunungan karena akan saling berinteraksi.
Sudah lebih dari 40 tahun sejak kematiannya tetapi pada banyak orang (termasuk aku) yang mengetahui sosoknya, maka Soe Hok Gie adalah sebuah legenda. Semoga tulisan-tulisan Hok Gie dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita semua dan generasi selanjutnya.
Surabaya 14 february 2010 tulisan ini dibuat setelah membaca : SOE HOK-GIE..sekali lagi cetakan ke dua January 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar